Kita pernah akrab dengan istilah bertepuk sebelah tangan. Apalagi ketika lagu Pupus dari group band Dewa begitu populer. Ada kata bertepuk sebelah tangan yang menjadi reff di lagu itu. Terus apakah bertepuk sebelah tangan hanya bisa diterapkan dalam sebuah hubungan percintaan? Well, gue rasa gak.
Ini dikarenakan ada sebuah kejadian yang membuat gue sadar bahwa dalam pertemanan pasti ada juga yang bertepuk sebelah tangan. Kejadiannya gini. Suatu ketika temen gue bikin status di Facebook. Katanya dia gak punya temen. Gak tau ke mana buat cerita. Postingan itu muncul di beranda gue dan gue langsung kayak yang.... What...??!!
Jelas gue kaget karena postingan dia itu bakal diresepsi berbeda oleh khalayak. Dalam ilmu komunikasi ada sebuah teori yang menyebutkan tentang pemahaman khalayak terhadap isi pesan di media. Namanya teori analisis resepsi yang dipopulerkan oleh Stuart Hall. Menurut Hall, pemahaman khalayak ini dibagi menjadi tiga. Dominan hegemoni, negosiasi, dan oposisi. Gue menjadi pihak oposisi karena gue gak setuju dengan apa yang dia bilang. Bahkan cenderung bikin kecewa.
Gue gak habis pikir dengan dia menulis seperti itu apakah dia gak mikirin perasaan temen-temennya? Dia sendiri kan yang bilang kalau dia gak punya temen. So, mereka-mereka yang pernah jadi temen dia dan bahkan nganggap di sebagai temen, cs, kawan, bestie, itu dia anggap apa?? Makhluk invertebrata? Kan enggak.
Credit MinionFan04 Devianart |
Gue aja yang biasanya cuek pas baca itu jadi kayak "hah, gimana?". Bingung. Terus ambil kesimpulan. Oh, jadi gue emang gak dianggap temennya kali ya. Padahal gue udah ngerasa deket bahkan memperlakukan agak berlebihan. Kayak misalnya nemenin dia, posting foto penyemangat di akun Instagram gue. Tapi pas baca itu jadi... oh, okay.
Solusi
Tapi biar bagaimanapun gue tetep temenan sama dia. Karena beberapa waktu kemudian gue ngobrol lagi dan gue sampein ke dia tentang postingan itu. Ternyata jadi bahan diskusi yang menarik sampai akhirnya gue menemukan solusi kalau suatu ketika ngerasa kayak gitu lagi.
Solusinya adalah; ganti kata atau kalimatnya. Misalnya kalau dia mau pakai kata teman maka dia mesti lebih spesifik untuk nyebut temen yang seperti apa.
Contoh kalimatnya : "Sedih ih gak punya temen deket yang bisa diajak ngobrol keresahan gue".
Dengan ada kata 'deket' kita jadi tau posisi kita. Oh, ternyata gue gak deket banget yah sama dia. It's okay. Toh masih dianggap sebagai temen. Cuma level kedekatannya aja yang berbeda. Dalam teori sosial ada yang namanya teori jarak sosial yang dipopulerkan oleh Edward Hall dengan membagi empat zona proksemik yang menjelaskan tentang kedekatan antar individu atau kelompok. Empat zona itu adalah zona intim, zona pribadi, zona sosial, dan zona publik. Dengan tau zona kita berada maka kita bisa lebih mengerti tentang postingan itu.
Lagian yah judul lagu aja begitu spesifik menyebutkan teman yang bagaimana. Teman Tapi Mesra (Ratu), Teman Hidup (Tulus), Teman Bahagia (Jaz), Teman Hidup (Judika) dll. Banyak men. harusnya kita mesti lebih spesifik utnuk menyebut teman apa yang sebetulnya kita butuhkan.
Solusi kedua adalah gak usah pake kata teman sama sekali. Ganti pakai kata sosok. Akan terdengar lebih luas dan lebih misterius sehingga orang gak beranggapan aneh. "Duh gak punya sosok yang bisa mengerti gue" Nah sosok ini kan bisa beneran temennya, sodaranya, atau idol-nya. Lebih random tapi gak ninggalin kesan sakit hati ke orang yang meresepsi isi pesan dari postingan itu.
**
Ini jadi semacam pelajaran buat gue kalau mau nulis sesuatu mesti spesifik supaya gak ada kesalahan atau kekeliruan dalam mengemukakan pendapat teruatama lewat dunia maya. Mengingat ini adalah hal yang sangat sensitif ketika berhubungan dengan dunia maya yang bisa diresepsi berbeda. Toleransi mesti ditinggikan. Santai saat liat postingan apapun. Lalu yag lebih penting adalah selalu check, re-check, dan cross check.