Suara menggema datang dari kejauhan dalam satuan waktu Menggumpal, menyebar dan menghantam sekaligus. Andai saja semua raung itu berbentuk padat sudah pasti aku akan hancur.
Bunyi itu seakan menertawakan aku. Seperti mengejek. Andai dia berupa makhluk yang memiliki wajah layaknya manusia, sudah pasti mimiknya sedang menjulurkan lidah atau tertawa geli. Ke arahku.
Aku mencoba tidak peduli. Tapi ternyata sulit. Semua terasa berisik. Bergemuruh. Baik pikiran maupun perasaan sama-sama terganggu. Yang manapun yang lebih kuat pada akhirnya raung itulah yang terus menjadi juara. Paling tidak untuk saat ini.
Raungan itu masih terus bertalu. Mengulang-ulang. Repetitif. Seperti sedang dzikir atau membaca mantra. Dia terus berkata goblok ke arahku. Meneriakan syukurin, ke arahku. Dan membisikan kata mampus ke telinga. Aku dibuatnya takut. Waswas. Rapuh.
Sampai kapan semua itu terus ada? Sekuat apa aku dapat bertahan? Haruskah kuhajar suara itu untuk kembali ke masa lalu, menghabisi dan menguburnya dalam-dalam agar tak lagi dapat menyiksaku?
Tangerang, 22 Agustus 2021
20.10 - 20.22