Seorang karyawan bergegas ke kantornya. Dia masih bersemangat sambil menahan getir tentang gajinya yang di bawah standar. Kecemasan setiap malam selalu berujung pada keluhan di setiap pembicaraan sampa-sampai orang lain merasa tidak nyaman berada di sekitarnya.
Mahasiswi itu masih setengah sadar. Matahari bersinar masuk ke sela apartemen pacarnya. Tubuhnya setengah telanjang. Keduanya memutuskan untuk bolos kuliah dan kembali berpelukan di bawah selimut. Kondomnya masih tersisa dua buah.
Peluitnya ditiup. Tangannya sibuk mengatur. Tidak memakai alas kaki dan tetap mengatur kendaraan di sebuah pertigaan. Juru parkir itu sadar hanya itu yang bisa dia lakukan untuk tetap hidup.
Pakaiannya menandakan dia seorang karyawan kantoran. High heels, rok ketat, rambut diwarnai. Posisinya bergengsi. Sekretaris bos. Sering ke toilet hanya untuk menangisi perlakuan bosnya yang sering melecehkan.
Masih mengantuk namun sudah siap untuk pulang. Mukanya berlipat dan matanya memerah. Puntung rokok sudah siap dibakar kembali. Hari ini di jam jaganya dia merasa bersyukur karena tidak terjadi apa-apa.
Seorang Bapak bahagia karena tangkapan ikannya banyak. Di perahu dia terlihat sumringah meski kantuk masih saja belum reda. Di rumahnya sang istri yang hamil anak ke 4 sedang menyapu. Sepiring nasi goreng dan teh manis sudah tersedia untuk sang suami.
Namanya Asep. Dia sedang berdandan seksi dan cantik. Dia berharap lipstik barunya ini dapat memikat pria manapun yang mau memakai jasanya. Dia juga berharap agar Satpol PP tidak bertugas di daerah tempat mangkalnya. Asep masih berjuang mengumpulkan uang untuk orangtuanya di kampung.
Seorang ajudan telah siap sedia di depan pintu ruangan bosnya. Empat rangkap kertas yang harus ditandatangi hari ini. Wajahnya antusias. Tidak sabar bahwa dirinya kan kecipratan hasil kerjasama itu.
Hari ini dia kembali tertekan. Pisau cutter di lemarinya sudah dia keluarkan. Bimbang untuk melakukannya. Dia sendirian. Tak tahu ingin bicara ke siapa. Yang dia ingat terakhir kali ingin melakukannya adalah 3 bulan lalu. Minggu ini terasa berat, batinnya. Dia tidak kuat.
Motornya dia pacu secepat mungkin untuk menjemput pelanggan. Tarifnya lumayan besar. Dia sudah mulai menghitung pendapatan hari ini dan kemungkinan mendapatkan point sebagai bonus yang dapat dikonversi menjadi uang. Cukup senang meskipun sambil menahan lapar.
Wajahnya babak belur. Darahnya menetes tak karuan. Resiko yang sudah diketahui sebelumnya. Aksinya kali ini tidak berjalan mulus. Pemuda itu hanya berpikir agar tidak berakhir tragis. Penjara adalah tempat terbaiknya untuk saat ini.
Keempatnya sedang berteduh di sebuah halte. Satu tempat kerja yang berbeda arah pulang. Stasiun yang dituju tepat di seberang jalan. Keempatnya ingin cepat pulang dan sampai di rumah untuk bertemu keluarga. Hujan memperlambat niat mereka.
Dia bingung untuk memulai sebuah percakapan. Khawatir ini bukan waktu yang tepat. Atau juga khawatir dirinya belum sepenuhnya dimaafkan. Dia mengaku salah. Hubungannya sedang di ujung tanduk. Dia berusaha untuk memperbaikinya. Sudah dua menit dia menatap layar gawainya. Pada akhirnya dia memilih tombol Home.
Meskipun dia sadar bahwa resikonya terlalu besar namun dia jauh lebih sadar dengan kewajibannya untuk mengabdi pada masyarakat. Ironisnya justru masyarakat yang cuek yang membuat ini semakin kacau. Dia kelelahan. Begitu juga teman sejawatnya. Semua berharap pandemi segera berakhir. Dia lelah melihat begitu banyak kematian dalam setahun ke belakang ini. Dia juga sadar bahwa sesuatu yang jauh lebih buruk kemungkinan takkan terelakan.
Langit begitu gelap membuat sinar bintang begitu terang dan berserakan. Suara hewan malam bersahutan menghidupkan suasana malam yang syahdu. Kretek kayu patah termakan api menjadi denting waktu yang menghangatkan cerita empat orang yang berkemah di puncak Prau. Semuanya larut oleh cerita, langit malam, nyala api unggun, dan empat gelas kopi yang sudah dingin.
Waktu menunjukkan pukul 17.26. Sudah 26 menit lebih dari waktu kerjanya. Alasannya tidak langsung pulang adalah karena dirinya ingat ada sebuah tulisan yang harus diketik dan diposting di blog pribadinya. Baginya menulis adalah sebuah upaya penyembuhan diri dan pelampiasan emosi, perasaan, dan pikiran. Sepuluh menit kemudian tulisannya muncul pada laman yang dia beri nama duniarenji.com.