Hari Minggu kemarin atau tepatnya tanggal 10 Maret 2019 gw
pergi untuk liburan singkat. Lokasi yang gw ambil adalah Pulau Pari yang berada
di Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Trip singkat ini bisa terlaksana berkat
mengikuti open trip yang diselenggarakan oleh travel organizer bernama
Traveltrip. Harga yang relatif murah (hanya Rp.99.000) membuat gw dan dua orang
temen gw (Dennis dan Ahmad) sepakat untuk mengikuti tur ini.
Apa aja yang gw temui di sana? Banyak. Dari keseruan dan kemalasan,
sampai antusias dan dihempas kabar. Semua datang silih berganti. Ini yang akan
gw ceritain. Selamat menikmati.
**
Keberangkatan
Malam sebelum berangkat gw dapet kabar dari Dennis yang gak
jadi ikut karena nyokapnya masuk rumah sakit. Dengan sisa kemalasan yang ada gw
janjian sama Ahmad di Stasiun Tangerang. Dari situ mulai naik kereta yang jam
05.00 karena titik kumpul di Kali Adem Angke harus sudah ready jam 06.30.
Nguber waktu ceritanya.
Singkat cerita kami sampai di lokasi. Tiap peserta diwajibkan
membayar ID card yang disediakan oleh panitia seharga Rp. 10.000. Kami masuk ke
kapal 1 dengan nama Makmur Jaya dan duduk di belakang. Kapal yang kami tumpangi
adalah kapal motor dengan dua tingkat. Gw dan Ahmad yang daftar di awal-awal
(di absensi, kami berada di nomor 7) dapet keuntungan untuk naik lebih dulu
saat panitia memanggil masing-masing peserta. Total penumpang yang ada di kapal
1 sekitar 143 orang. Gw dan Ahmad milih di paling belakang di lantai 2.
Sengaja, nyari pemandangan.
Kota yang mulai menjauh |
Perjalanan sekitar 2 jam lebih memaksa kami menghabiskan
waktu dengan bercakap-cakap seputar kehidupan, kisah cinta yang gagal, dan
harapan akan masa depan. Tak lupa masalah sosial yang seringkali muncul ketika
melihat air laut tak lagi indah, terlalu banyak sampah. Dalam perjalanan ke
Pulau Pari itu kami melewati pulau-pulau yang cukup familiar seperti Untung
Jawa, Bidadari, dan tiga pulau Onrust, Cipir, dan Kelor yang juga sering dijadikan agenda
open trip murah dan singkat. Saat pelabuah mulai terlihat dan kapal mulai
bersandar, inilah awal mula eksplorasi.
**
Eksplorasi
Gw ngerasa kurang cocok dengan kondisi di sini. Kondisi air
yang begitu tenang jauh dari bayangan gw yang mengharapkan adanya suara ombak
dan debur air. Pantai ini lebih tenang. Cocok untuk keluarga apalagi memang
tidak terlalu dalam. Cuaca yang cukup panas dan kering membuat gw dan Ahmad
untuk merapat ke sebuah warung yang agak sepi, yang berlokasi agak ke pojok.
Kondisi saat itu sedang ramai karena ada acara gathering perusahaan
dan ada orang-orang yang menginap lengkap dengan tenda. Dari pengamatan yang gw
lakukan, gw amat yakin kalau semalam (malam minggu) habis ada acara reggae.
Terlihat ada banyak anak-anak reggae di situ yang mau pulang sementara yang
lain masih nge-camp. Mungkin baru akan pulang sore hari.
Kunjungan ke warung adalah untuk makan. Dan makanan yang
kami pesan adalah Indomie telor. Harganya cukup murah. Hanya Rp. 10.000 saja. Setelah
makan pun kami masih menunggu di situ sekadar untuk mengusir malas dan
terhindar dari panasnya cuaca. Sesekali mengamati orang-orang yang sedang
menjalankan aktifitas. Gitar yang gw bawa pun menjadi penghibur di kala
menunggu rasa malas dan rasa panas itu sirna.
View dari tempat kami duduk |
Kenyang makan, kami langsung eksplorasi pertama ke tempat
terdekat yang ada di mata kami. Dengan hamparan pasir putih dan ayunan serta
pohon yang jarang membuat tempat itu cukup ramai meski matahari terlalu kuat
bersinar.
Kami tidak lama berada di situ karena jam 12 panitia membagikan makan siang berupa nasi kotak. Gw sama Ahmad makan masing-masing satu kotak dan satu kotak milik Dennis dibagi dua. Padahal jarak makan Indomie dengan makan nasi kotak ini belum ada 2 jam lho.
Sesi foto pertama |
Kami tidak lama berada di situ karena jam 12 panitia membagikan makan siang berupa nasi kotak. Gw sama Ahmad makan masing-masing satu kotak dan satu kotak milik Dennis dibagi dua. Padahal jarak makan Indomie dengan makan nasi kotak ini belum ada 2 jam lho.
**
Puas makan dan sholat kami berniat untuk eksplor keliling
pulau. Gw sempet nanya sama orang yang lewat tentang harga sewa sepeda. Katanya
Rp. 10.000. Wah ebrani dong kalau cuma segitu mah. Lumayan buat eksplor
daripada harus jalan kaki. Plus gw dan Ahmad emang baru mulai menumbuhkan minat
main sepeda.
Ada cukup banyak yang nawarin jasa sewa sepeda. Di salah
satu yang terdekat gw coba tanya. Dia buka harga Rp. 20.000. Gw bilang gak ah.
Gw masih keukeuh di harga ceban. Sementara dia mulai nurunin jadi Rp.15.000. Gw
bilang aja ke Ahmad buat nyari di tempat lain yang sepedanya bagusan. Eh pas
lagi jalan dipanggil sama abangnya. Dikasih harga Rp. 10.000. Pilih-pilih
sepeda lalu cusss… pergilah kami ke Pantai Bintang yang berada di sisi lain
dari Pulau Pari.
**
Akses menuju Pulau Bintang harus ditempuh sekitar 1 km.
Untung kami sewa sepeda. Jadi tidak terlalu capek. Tambahan keranjang di depan
kemudi menjadi peringan bawaan di mana gw membawa gitar kecil (selain tas) dan
Ahmad membawa GoPro dan bawaan lainnya. Perjalanan cukup lancar karena jalanan
utamanya sudah di konblok. Selama perjalanan ke Pulau Bintang kita bisa
berhenti sejenak untuk melihat-lihat tepi pantai lainnya. Namun sama sekali
tidak menarik.
Begitu juga di Pulau Bintang. Kondisinya begitu sepi.
Pemandangan begitu biasa. Kami langsung putar balik dan menuju dermaga.
Satu-satunya yang menarik perhatian gw di Pantai Bintang adalah sebuah tempat
rahasia (dengan pagar tinggi). Gw lupa nama tempatnya apa. Kayaknya sih itu
semacam tempat observasi milik pemerintah. Gw gak punya akses untuk masuk jadi
dermaga adalah tujuan kami paling rasional.
**
Gak nyangka kalau di dermaga ini ternyata lebih menarik
dibanding di pantai tadi. Laut yang luas bakal kece kalau dijadiin background
foto. Begitu pikir kami. Yaudah deh abisin waktu di situ buat foto-foto dan
ngambil gambar. Yang bikin betah di sini adalah gak ada orang lain selain kami
berdua. Ada sih 1 lagi. Seorang anak muda yang lagi mancing dan gak tertarik
dengan kegiatan kami. Dia asik mancing. Kami asik berfoto. Masing-masing
punya kegiatan favoritnya.
Ingin bikin iklan Pocari Sweat |
Langit dan laut |
Jump! |
**
Puas berfoto kami balik lagi ke Pantai Pasir Perawan. Kami
masih penasaran untuk eksplorasi di situ karena sebelumnya banyak orang.
Termasuk rombongan finalis abang none yang melakukan sesi pemotretan pas
pertama kami ke situ. Kepergian ke Pasir Perawan sekaligus buat balikin sepeda
yang kami sewa.
Kayaknya kami datang di waktu yang tepat karena tempatnya
gak serame sebelumnya. Kami foto-foto lagi di sana setelah sebelumnya si Ahmad
lagi-lagi lapar dan memesan Indomie rasa kari ayam di tempat yang sama. Gw juga
ikutan. Jadi… Selama 5 jam kami udah makan 2 bungkus Indomie, plus 1,5 nasi
kotak. Lapar banget yah kayaknya…
Btw pas foto-foto di sini kami cukup dapat banyak foto yang
lumayan karena langitnya lagi bagus dan tempat yang kami kunjungi cukup sepi.
Meraih langit |
Swing~ |
Wajah sok serius |
**
Kabar Gak Enak
Pengumuman di WA group bilang kalau kami sudah harus ke
dermaga jam 4 sore untuk stanby. Meluncurlah kami ke sana. Gw ngajak Ahmad ke
sisi sebelah dari dermaga yang sebelumnya kami kunjungi. Ternyaca cukup seru
karena kami menghabiskan cukup banyak waktu di situ untuk berfoto. Kondisinya
berbeda dengan yang sebelumnya. Kali ini ada batu pemecah karang dan ilalang
serta rumput liar yang menjadi ornament menarik untuk kepentingan foto. Angin
yang besar juga menjadi sesuatu yang menarik karena mampu memberi efek kepada
kemeja kami yang jadi berkibar diterpa olehnya. Cukup lama kami di situ untuk
mengambil gambar sampai akhirnya perlu pindah karena angin yang semakin
membesar.
Mencari arah angin |
Berdiri tegak |
Angin yang datangnya besar itu ternyata menjadi jawaban
kenapa sampai mendekati jam 6 sore kapal kami belum juga datang. Begitu datang
ternyata kabar buruk yang kami terima. Cuaca sangat tidak mendukung untuk
dilakukan perjalanan laut. Dishub tidak memberi izin kepada kapten untuk
membawa kami.
Pada saat itu situasi cukup genting mengingat tidak terlihat
adanya panitia di dermaga. Kami kesulitan mendapatkan kejelasan sampai akhirnya
seorang penumpang berinisiatif mencari panitia. Kami bergegas mencari masjid
untuk sholat Maghrib dan dilanjutkan dengan mencari makan. Eh ternyata di Pulau
Pari ada tukang pecel lele. Makanlah kami di situ. Tidak terlalu mahal. Relatif
standar. Meskipun situasi genting, urusan perut harus bisa didamaikan, teman.
Saat kami kembali ke kapal, sudah ada panitia yang memberi
penjelasan bersama ketua RT/RW di sana. Ternyata panitia selama ini memang
sedang berkoordinasi untuk mengusahakan agar kapal bisa berangkat malam itu
juga mengingat besoknya hari Senin dan kebanyakan orang-orang akan melakukan
rutinitas. Panitia juga melakukan koordinasi dengan RT setempat sampai didapatkan
keputusan bahwa RT yang memiliki home stay memperbolehkan peserta tour untuk
menginap di sana secara cuma-cuma. Ibu-ibu dan anak-anak diprioritaskan.
Sementara itu gw kurang tahu gimana yang nasib laki-laki dewasa lainnya karena
gw sama Ahmad memilih pergi ke masjid buat sholat Isya sebelum nantinya balik
ke kapal buat tidur. Keputusan saat itu adalah kapal akan berangkat pukul 4
shubuh.
Pak RT mencoba memberikan penjelasan situasi terkini |
**
Cerita Berikutnya
Keputusan pergi ke masjid merupakan keputusan yang gw rasa
tepat karena menyangkut keberlangsungan gw berikutnya. Alih-alih kembali ke
kapal buat tidur, Ahmad malah ngusulin gw buat tidur di masjid. Tidur di masjid
yang dimaksud adalah di luarnya. Di teras deket sandal. Paham lah yah. Yaudah
gw tiduran dulu di situ.
Gak lama ada Pak Haji datang dan nyaranin buat tidur di
bagian dalam. Beliau mempersilakan kami yang ada di situ untuk tidur di dalam
supaya lebih aman dan nyaman. Ada sekitar 11 orang laki-laki dan perempuan yang
ada di situ kemudian memilih tidur di dalam masjid. Wah, enak banget.
Enak karena kami tidur cukup luas. Ditambah lagi ada beberapa
fasilitas gratis seperti alas berupa sajadah karpet yang bisa dipakai. Ada juga
sarung dan kipas angin buat ngehindarin nyamuk. Toiletnya juga memadai buat
pipis atau buat poop. Gw anggap ini sebuah kemewahan karena kalau dibandingin
yang di home stay, beuuh… banyak yang ngeluh.
Wajar mereka ngeluh karena satu home stay ditempati
beramai-ramai. Ada yang saking tidak tertampung akhirnya tidur di teras. Mamam
tuh dingin. Gw sih mending di dalem, lega. Gw baru tahu pas pagi harinya di
kapal. Nah ada lagi nih drama di kapal.
Inget kan gw naik kapal 1. Nah kapal 2 ternyata berangkat
lebih dulu. Ada sekitar 15 menit sampe akhirnya mereka blik lagi. Gw rasa hal
ini karena ada kesalahan dari penumpang yang salah naik kapal. Bayangin, jam 4
subuh kami udah harus di sana dan orang-orang yang cukup panik langsung naik
kapal termudah/terdekat jadinya gak sesuai seperti semula. Kapal yang balik
lagi ternyata memang untuk memfasilitasi orang-orang yang salah naik kapal.
Sampe mau berangkat gw liat di group WA ada info bahwa bagi yang masih tidur
bisa naik kapal berikutnya jam 9 dengan membayar Rp.55.000. Mamam tuh.
Dan drama tidak berhenti sampai di situ karena ternyata
kapal kami harus menarik kapal 2. Jadi diderek gitu guys. Gw gak tau ada
masalah apa sama Kapal 2. Jadinya mereka ada di belakang kami dengan diderek
pake tambang. Gw gak ambil pusing dan lebih memilih ngelihat ke langit karena
pas subuh itu pemandangannya bagus. Ada banyak bintang di langit. Langit dan
laut seakan padu menciptakan suasana yang begitu khidmat, misterius, takut,
sekaligus takjub.
**
Perjalanan cukup lancar. Angin yang menjadi kendala semalam
sudah tidak menjadi ancaman. Gw memilih untuk tidur dan sempet mimpi buruk. Pas
gw bangun gw kebingungan kok si Ahmad gak ada yah. Ternyata dia udah ada di
pinggir kapal sambil kakinya ngegantung ke bawah. Asik banget.. Sambil liat
sunrise yang gak sempurna.
Pas lagi asik-asiknya menikmati perjalanan tiba-tiba tali
pengikat antara kapal 1 dan kapal 2 putus..! Gak bisa ditinggalin dong. Kapal perlu balik lagi dan bikin simpul lagi
buat ngebawa kapal 2. Penumpang yang ada di kapal 1 nyorakin kapal 2. Buat have
fun aja sih. Sampe akhirnya kedua kapal sampai ke dermaga dan masing-masing
pulang ke tempat masing-masing seperti halnya gw sama Ahmad yang kembali ke
Stasiun Angke buat naik kereta ke Stasiun Tangerang.
**
Penutup
Apa yang gw alami dalam trip ini merupakan sebuah
pengalaman. Pengalaman nginep dadakan karena menghindari situasi yang buruk
terjadi. Gw inget Pak RT ngomong jangan sampe kejadian 2017 terulang lagi. Gw
gak ngerti maksudnya apa sampai akhirnya gw berasumsi bahwa yang dimaksud Pak
RT adalah kasus tenggelamnya KM Samudera Jaya akibat cuaca buruk dan gelombang
tinggi. Sumber :
http://www.tribunnews.com/metropolitan/2017/12/21/breaking-news-km-samudra-jaya-tenggelam-di-kepulauan-seribu-9-penumpang-kapal-hilang
http://www.tribunnews.com/metropolitan/2017/12/21/breaking-news-km-samudra-jaya-tenggelam-di-kepulauan-seribu-9-penumpang-kapal-hilang
Artinya kita memang gak bisa ngelawan alam. Kecil banget men
kita. Gak usah sombong. Sebagai manusia kita harusnya hidup berdampingan.
Menjaga alam dan ekosistemnya. Sesuatu yang masih jauh untuk terwujud dengan
melihat fakta banyaknya sampah yang mengotori alam kita. Sepanjang perjalanan
pergi dan pulang gw ngeliat ada sampah dalam jumlah dan bentuk yang variatif.
Gila sih ini. Semoga kesadaran masyarakat semakin tinggi untuk menjaga
lingkungan dan alam kita tercinta ini.
Oh iya ternyata guys, Pulau Pari itu lagi konflik sengketa
lahan lho. Kalau kita mau masuk ke Pantai Pasir Perawan, di situ ada spanduk
gede membentang berisi keinginan warga untuk mengelola pariwisatanya sendiri.
Begitu juga di tembok-tembok warga. Alasanya adalah sengketa lahan antara warga
Pulau Pari dengan PT Bumi Pari Asri sebagai pengembang. Gw juga baru tahu
setelah browsing tapi memang sudah menduga ada indikasi ke situ setelah ngeliat
spanduk yang membentang itu.
Anyway Pulau Pari menambah daftar pulau di Kepulauan Seribu
yang pernah gw kunjungi setelah Untung Jawa, Onrust, Cipir, dan Kelor. Berarti
baru 5 pulau yah. Masih ada 995 pulau lagi yang harus dikunjungi biar pas
1.000. Sanggup gak yah. Yang pasti gw percaya di salah satu pulau itu
tersembunyi One Piece.