-->

Senin, 02 Oktober 2017

Campus Life 1 : Sebuah Pengantar


Label Campus Life adalah label untuk tulisan berseri yang saya buat. Isinya menceritakan lika-liku dan haru biru tentang pengalaman selama kuliah di Universitas Mercu Buana, Meruya, Jakarta untuk prodi Public Relations yang masuk ke dalam Fakultas Ilmu Komunikasi. 

Yang akan Anda baca setelah post ini adalah tulisan-tulisan yang besar kaitannya dengan dunia di masa-masa saya kuliah. Sengaja saya ingin tulis dan ceritakan. Selain sebagai media berkeluh kesah, kebebeasan beropini, tulisan bersambung ini nantinya akan menjadi pengingat yang baik ketika ingatan ini mulai tergerus oleh desakan arus data baru yang masuk ke pusat data di otak. 

Alasan lainnya adalah saya ingin sekali menuliskan kembali materi-materi kuliah yang pernah dipelajari. Hal ini agar membantu memudahkan mahasiswa lain dalam mencari bahan dalam tugas-tugas yang diberikan oleh dosen. Saya sendiri pernah dan sempat mengalami kesulitan dalam mencari bahan dalam membuat tugas. Memberikan bahan materi berapapun jumlahnya itu tentu masih lebih baik dibanding tidak sama sekali. Bukan begitu?

Dan satu lagi. 

Saya juga berharap agar bisa menghasilkan uang dari blog saya. Lumayan loh buat nambah-nambah beli pulsa atau beli nasi goreng. Semoga aja terealisasi. Aamiin. 

Yaudah kita langsung ke bahasan pertama yah. 

Btw saya masih agak bingung mau pakai metode penulisan seperti apa. Tulisan terakhir saya yang menggunakan tehnik slengean jadi terasa aneh ketika dalam 2 tahun terakhir saya mulai terbiasa dengan gaya menulis formal seperti ini. Kita biarkan mengalir saja yah. 

**


Ketika memutuskan untuk kuliah, yang terpikir pertama adalah universitas yang akan dipilih. Karena ada teman yang juga bekerja sambil kuliah, maka saya menanyakan segala hal tentang perkuliahan. Dia kuliah di Unpam btw. Dan saat itu yang membuat saya tertarik masuk Unpam adalah karena biayanya yang katanya ringan. Bagi saya, biaya adalah salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap daya tarik minat para calon mahasiswa, termasuk saya saat itu. Dari semua jurusan yang ada, saya ingin mengambil Sastra Bahasa Indonesia. Alasannya? Jurusan lain tak ada yang saya mengerti.

Keputusan itu bisa dibilang sebuah keputusasaan. Management? Saya jebolan IPA. Tehnik? Tidak mengerti. English? Bisa sambil ngeles. Akuntasi? Sama aja kayak management. Pokoknya saat itu yang saya rasa paling aman adalah Sastra Bahasa Indonesia. Dengan harapan bisa mempelajari sastra lebih dalam dan berujung menjadi seorang pustakawan di perpustakaan nasional dengan status pegawai negeri. 

Tapi justru pencerahan muncul sesaat sebelum mengambil keputusan yang tergesa-gesa itu. Untungnya, Unpam sedang tidak membuka pendaftaran saat itu. Atau mungkin ada, namun sudah terlambat. Saya lupa persisnya. Yang pasti saya tidak jadi mengambil di Unpam. Karena sudah mengambil cuti, saya memutuskan untuk cuti dan pergi ke Bandung untuk mengusir penat. 

Kepergian ke Bandung itu kemudian berujung pada sebuah pertemuan dengan saudara. Dengannya, saya banyak berdiskusi dan bisa bicara banyak dengannya. Sesuatu yang tidak bisa saya lakukan dengan orang rumah. Dalam diskusi itu beliau juga menyarankan kepada saya bahwa komunikasi adalah jurusan yang paling cocok dengan saya. Dan itu saya amini. Sehingga sepulang dari Bandung (dan Tasik), saya mencari Universitas di Tangerang yang memiliki jurusan Ilmu Komunikasi.

Ada sekolah tinggi di Tangerang yang saya kunjungi. Universitas Muhammadiyah Tangerang. Namun ternyata di kampus itu Ilmu komunikasi masuk ke dalam fakultas ilmu sosial dan ilmu politik (Fisip). Ada rasa enggan ketika mengetahui itu. Sehingga saat itupun saya serasa akan kembali dihadapkan oleh sebuah keputusan ketergesa-gesaan. Sampai akhirnya pencerahan muncul kembali.

Kali ini kakak ipar saya yang menyarankan untuk masuk ke Universitas Mercu Buana. Dia sendiri merupakan alumni dari situ. Dan saat itu ada brosur yang masih ia simpan. Saya pelajari dan ternyata apa yang saya cari ada di sana. Komunikasi bukan lagi bagian dari ilmu sipil, tapi berdiri sendiri. Ada tiga pilihan jurusan yang ditawarkan yaitu marketing communication, broadcasting, dan public relations. Nama yang terakhir adalah nama jurusan yang saya ambil karena merasa cocok.

Faktor lain yang membuat saya memilih Mercu Buana adalah program kelas karyawan yang sangat bersahabat dari segi pembiayaan. Untuk pembayaran dalam satu semester, biayanya bisa dicicil selama 6 bulan. Dengan kata lain, dalam satu semseter itu kita punya beban biaya yang sama setiap bulannya. Tanpa mikir uang ujian, uang praktek, uang ini itu dll. Sebulan bersih. Jadi bagi kelas karyawan, pengeluaran yang tetap itu bisa diukur dengan kondisi keuangan kita dalam memenuhi kebutuhan di luar pendidikan. 

Seakan semuanya terhubung. Mercu Buana membuka pendaftaran untuk mahasiswa kelas karyawan di semester genap. Saya tak perlu menunggu lama untuk jadi anak kuliahan karena bulan Maret sudah bisa memulai perkuliahan. Singkat cerita, di sinilah saya saat ini. Menjadi bagian dari Mercu Buana. Jalan masih panjang, sehingga masih banyak yang bisa digali semasa sekolah di sini. Kisah yang didapat di kampus akan saya ceritakan dengan label Campus Life. Dan ini adalah permulaan.



NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
 

Delivered by FeedBurner