Gak keitung berapa banyak post berupa tulisan,
curhatan, sekaligus meme yang mengatakan bahwa orang-orang yang ada di medsos
gw kangen sama masa-masa dulu. Dulu bukan berarti zaman dahulu, prasejarah,
atau jahiliyah. Mereka kangen sama masa-masa kecil mereka terhadap banyak hal.
Salah satu yang mereka kangenin adalah
tayangan anime. Waktu kecil kita nyebutnya film kartun. Mereka kangen sama
film-film kartun ini karena dengan adanya kartun ini masa kecil mereka menjadi
indah. Ada topik yang dibahas setiap bertemu dengan teman bermain. Dan yang
lebih dahsyat adalah kita jadi punya semacam daya khayal yang tinggi.
Imaginatif. Sekaligus adiktif.
Tapi mereka gak salah kok. Sama kayak gw. Gw
juga bagian dari mereka. Kita-kita yang lahir di sekitaran 1985 – 1994 mungkin
yah. Mereka yang lahir di usia ini sebenarnya beruntung karena mereka bisa
merasakan masa kecil dengan indah. Meskipun keindahan in gak semuanya dirasakan
sama semua orang di Indonesia mengingat pada tahun-tahun itu saluran televisi tidak
bisa dengan bebas disaksikan oleh orang-orang terutama yang di daerah. Nanti
deh bakal gw ceritain di bawah.
Nah, masa-masa indah dengan dunia anime pasti
selalu dimulai dari hari minggu. Bagi anak-anak waktu itu, hari Minggu
merupakan hari bangun pagi karena rundown acara film kartun itu sangat rally.
Satu film berakhir, film lainnya bakal nyambung. Bahkan gak jarang jamnya
bentrok sehingga harus gonta-ganti channel TV buat bisa ikmatin keduanya. Yang
apes kalo salah satu filmnya bagus, satunya gak mau diganti alias arus
ngerelain tayangan mana yang harus dikorbanin. Dilematis banget emang. Tapi di
satu sisi kita jadi bisa berani mengambil keputusan. Gw rasa itu juga proses
kedewasaan. Atau kedewasaan? Entah. Haha..
Tiga stasiun TV yang paling ditunggu waktu itu
cuma TPI, Indosiar, sama RCTI. Buat yang gak tau TPI, TPI itu Televisi
Pendidikan Indonesia. Sekarang ganti jadi MNC TV. Nah 3 stasiun itu adalah
penyumbang terbesar serial anime pada era itu sebelum akhirnya muncul stasiun
TV bernama TV7 dan Spacetoon TV yang menjadi fenomena. Tenang, kita akan ke
bagian itu pada saatnya.
Program unggulan dari TPI adalah Ikkyu San,
Kung Fu Boy, Rocky Rocket, dan Minky Momo. Itu yang gw inget saat nulis artikel
ini. Indosiar punya Detective Conan, Digimon, Sailor Moon, dan yang fenomenal
adalah Dragon Ball yang menghabiskan hampir 12 tahun untuk tamat. RCTI punya
Doraemon, P-Man, Yu Gi Oh, Ninja Hattori, Let’s & Go, dan juga Crayon
Shinchan.
Gila kan. Semua ini bisa dinikmati dalam satu
hari. Indah banget pokoknya hari Minggu itu. Yang bikin rese paling pas mati
lampu seharian. Praktis kita gak bisa nonton di rumah sendiri. Gak jarang kalo
kita akhirnya mampir ke rumah temen yang beda saluran listriknya cuma buat bisa
nonton anime suapaya gak ketinggalan. Ahaha..
Sayangnya masa-masa itu mulai menghilang
karena ada beberapa tayangan yang udah gak tayang lagi. Entah karena hak
siarnya gak diperpanjang, atau rating yang gak sesuai harapan, jadinya mereka
gak memperpanjang kontrak buat hak siarnya. RCTI sama Indosiar masih bertahan
seiring dengan tumbuhnya kami menuju masa remaja. Indosiar yang paling sukses
dengan Digimon 2. Selain itu Indosiar juga bereksperimen dengan menayangkan
movie dari film Detective Conan yang diputar sore hari pada hari Minggu.
Saat masa-masa remaja itulah muncul beberapa
tayangan televisi dari stasiun televisi TV7 (sekarang Trans 7) yang kembali
membawa kami ke level lebih besar dari tayangan anime. Pada waktu itu emang
banyak banget stasiun TV baru. Metro TV, Lativi (kini jadi Tv One), Trans TV
adalah nama-nama baru di dunia pertelevisian di Indonesia. Dan juga MTV
Indonesia tentunya yang membuat masa remaja jadi bagian dari ‘anak nongkrong’.
Masa remaja kami kembali disuguhkan dengan
tayangan anime di stasiun TV7. Jika pada waktu kecil kami nonton di hari Minggu
pagi, dan sesekali sore, kali ini menjadi bergeser. Tayangan anime muncul
setiap hari Senin-Jumat mulai jam 18.00. Anime dari TV 7 ada Nube, Ranma ½,
Trouble Chocholate, dan Honey Be Hutch. Tapi yang paling terkenal adalah anime
Hunter X Hunter, Captain Tsubasa dan Slam Dunk. Tiga film ini gila banget. Kalo
dulu kita menjadi seorang yang imaginatif karena teman kita yang bernama
Doraemon yang bisa mengabulkan beberapa impian kita, di masa remaja ini kita
menjadi seseorang yang menyukai petualangan berkat film Hunter X Hunter, atau keinginan
menjadi hebat seperti Tsubasa atau Misaki dari Nankatsu di film Captain Tsubasa
yang membuat gemas. Kenapa gemas, karena ketika Tsubasa hendak menendang bola,
akan memakan waktu satu episode sampai kemudian bola itu baru ditendang.
Perlahan kami sadar bahwa ini adalah cara kami menjadi seorang penyabar. Haha.
Dan Slam Dunk. Pengaruh film ini luar biasa
karena gara-gara anime ini jadi banyak yang suka sama basket. Termasuk gw dan
temen-temen gw. Semua ingin jadi seperti Rukawa atau juga Sendoh. Damn! Apalagi
yang bikin orang suka Slam Dunk adalah semua hal di sini masuk akal. Gak kayak
Tsubasa yang kayak manusia setengah dewa. Tokoh utama di film ini justru yang
paling lemah. Sampai saat ini gw suka banget sama manga Slam Dunk.
Gw lupa kapan kemesraan ini berakhir. Kayaknya
sejak hak siar film ini habis sih. Slam Dunk berakhir pas tim basket Shohoku
hendak ke Interhigh. Di anime aslinya juga emang gak sampe Interhigh sih. Gak
tau kenapa, padahal seru tuh. Hunter X Hunter abis pas ngelawan Ryodan. Padahal
aslinya kan sampe Greed Island. Tayangan Hunter X Hunter ini di beberapa tahun
kemudian diputar ulang di stasiun TV anak bernama Spacetoon. Begitu juga dengan
Trouble Chocholate.
TV7 juga makin disukai karena pernah
menayangkan Evangalion dan Final Fantasy VII Advent Childern. Gila kan. Oh iya,
Spirit Within juga pernah diputer sih. Pokoknya pada masa itu TV7 pernah disukai
karena tayangan anime yang mewarnai masa remaja kita.
Di atas gw bilang kalo di daerah mungkin gak
bisa menikmati masa kecil dengan menonton tayangan anime karena emang gw pernah
ngalamin. Waktu gw kecil, gw pernah mudik ke kampung halaman gw di Tasikmalaya.
Tayangan di sana masih ngacak gitu. Jadi gak heran kalo misalnya kita lagi
nonton RCTI, tiba-tiba ngeganti sendiri jadi Indosiar. Sampai akhirnya gw sama
sodara gw pergi ke rumah seseorang yang gw gak tau apaan, tapi kita cukup
bilang ke dia tolong ganti ke RCTI, maka dia akan mengganti saluran
frekuensinya ke RCTI. Jadi bisa dibilang satu wilayah itu emang Cuma nyetel
RCTI.
Gak ngerti juga sih kenapa bisa gitu. Makanya
gw juga ragu kalo mereka yang seangkatan sama gw dapet stasiun TV7 di rumahnya
sehingga mereka gak nonton tayangan anime di masa remaja. Tasikmalaya itu kan
bukan kota besar jadi mungkin hal ini juga terjadi di beberapa daerah di
Indonesia.
Nah satu lagi yang paling seru dari tayangan
anime jadul adalah soundtracknya yang diubah ke Bahasa Indonesia. Alhasil kita
jadi bisa nyanyiin lagu-lagu itu. Ada yang konyol kayak Dr Slump, atau yang
cukup dewasa kayak ending Trouble Chocholate. Opening Shoot juga bagus. Banget
malah. Weeding Peach, Sailormoon. Barangkali cuma Slam Dunk yang gak
ditranslate. Gak tau juga sih. Mungkin karena gak dapet izin kali yah? Soalnya
pernah baca di komik Slam Dunk, ada informasinya kalo atas permintaan
penulisnya (Takehiko Inoue), suara-suara efek dalam komik tidak berkenan untuk
diterjemahkan. Yah gak ngerti juga sih soalnya kalo soundtrack kan yang bikin
lagunya si musisi, bukan mangakanya.
Sekarang kita semua udah dewasa. Tapi tetep
aja suka sama anime. Hahaha.. Cuma sekarang nontonnya pake laptop atau pake
media apa aja yang bersifat pribadi. Attack on Titan dan One Punch Man
barangkali 2 yang terkenal yang pernah gw tau di era 3 taun ke belakang ini.
Jadi dewasa menjadi lebih selektif dalam memilih anime yang pengen ditonton. Selektif
juga pilihin anime yang bagus buat teman-teman yang sekarang udah punya anak.
Ahaha.